Senin, 15 Desember 2008

Forum Usaha


Melirik Usaha Penggemukan Domba

Permintaan yang tinggi dan mudahnya perawatan, membuat usaha penggemukan domba bertambah maju. Pemiliknyapun tak segan-segan membicarakan keberhasilannya memelihara ternak domba baik kepada masyarakat maupun dinas-dinas peternakan kota tersebut.

Pag-pagi buta, saat mentari belum menampakkan sinarnya, lelaki separuh baya tengah asik memilih domba di pasar hewan Martoyudan, Magelang, Jawa Tengah. Bak seorang makelar, pria yang dulunya pernah menjadi juragan tembakau yang tergilas permainan pasar ini, mulai kasak-kusuk mencari domba yang akan di jual. Beda dengan pembeli lainnya, pria bersahaja ini, justru mencari domba yang perawakan kurus dan tentunya, dengan harga yang murah.
Setelah beberapa domba terbeli, domba-domba tersebut dibawa pulang untuk dirawat, dibesarkan, lalu dijual kembali setelah tiga bulan berselang dengan harga yang lumayan tentunya.
Matkadari, asal Desa Ngelondong, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah memang belum lama menekuni usaha penggemukan domba. Bukan sekedar coba-coba tetapi usaha yang ditekuninya itu, penuh dengan perhitungan yang matang. Saat ini ia melihat, bisnis penggemukan domba masih kurang tergarap secara serius, sementara permintaan domba terus meningkat.
Padahal, Provinsi Jawa Tengah merupakan wilayah dengan populasi ternak kambing atau domba tertinggi dibandingkan provinsi lain. Berdasarkan data yang diolah dari Departemen Pertanian tahun 2003, daerah yang populasinya paling padat dan cocok untuk mengembangkan sumber bibit dan bakalan kambing secara berturut-turut adalah Jawa Tengah.
Selama ini, perkembangan produksi dan produktivitas domba hampir tidak mengalami kemajuan berarti, kebanyakan dipelihara apa adanya tanpa perencanaan yang jelas untuk lebih berkembang, produktif, dan menguntungkan.
Menurut data yang sama, konsumsi daging domba di beberapa negara baik asia, eropa dan amerika terus meningkat. Belum lagi di dalam negeri sendiri, apalagi kebutuhan hewan qurban yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. ‘’Karena itulah saya melihat usaha penggemukan domba ini sangat prospektif di tahun yang akan datang,’’katanya.
Memulai usaha penggemukan domba, pria yang rajin berkumpul pada pertemuan KTNA di Kabupaten Temanggung ini, banyak di suppot rekannya-rekannya yang terlebih dulu memiliki usaha penggemukan domba. Terutama mereka yang menggunakan teknologi EM4 Peternakan. ‘’Hampir disetiap kesempatan saya belajar dengan Pak Abi yang sudah terlebih dulu usaha penggemukan domba menggunakan teknologi EM4 Peternakan dan hasilnya sangat luas bisa,’’katanya.
Melihat keberhasilan usaha Abi inilah, Kadari memutuskan untuk mengembangkan usaha penggemukan domba dengan teknologi asal Jepang tersebut. ‘’Ada beberapa keuntungan yang sangat mencolok jika menggunakan EM4. Pertama, bisa memangkas biaya produksi. 1 ekor ternak hanya Rp. 1000 perhari atau 90.000 per 3 bulan (sampai dijual). Selama 3 bulan, berat ternak bertambah antara 15 – 20 kg. Kedua, dengan menggunakan EM4, ternak tidak mudah terserang penyakit.. Ketiga, sangat efektif untuk sanitasi sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar serta menghasilkan pupuk organik yang berkualitas,’’katanya.
Menurut Kadari, awalnya hanya memelihara 5 ekor domba, kemudian 30 ekor, 45 ekor dan terakhir saya memiliki 75 ekor, mau sedikit atau banyak sama saja, pokoknya dengan EM4 segalanya menjadi mudah.
Untuk tahun depan, Kadari sudah menargetkan memelihara ternak lebih banyak lagi, hingga mencapai 300 ekor lebih.’’Saya akan buktikan kepada warga desa dan juga se Kabupaten Temanggung, beternak domba bukan sesuatu yang sulit tetapi sesuatu yang menyenangkan serta memberikan keuntungan yang sangat luar biasa.’’katanya.
Masyarakat di desa ini, lanjut Kadari banyak yang beternak kambing dan domba dan mereka sepertinya kewalahan mengurusinya karena harus mencari pakan setiap hari dan biaya yang tinggi. ‘’Saya memiliki usaha ini masih bisa ‘kongko-kongko’, pokoknya tidak membutuhkan waktu banyak untuk mencari pakan dan biaya produksi sangat minim sehingga masih bisa mengerjakan pekerjaan lain seperti bercocok tanam dan lain sebagainya. Kuncinya itu cukup dengan menggunakan teknologi EM4,’’katanya.
Dengan keberhasilan usaha penggemukan domba dengan aplikasi EM4, usaha Kadari banyak dilirik masyarakat dan dinas-dinas peternakan Kabupaten Temanggung yang berminat menggunakan EM4 baik untuk pakan, minuman ternak, jamu ternak dan juga sanitasi. ‘’ Saya juga memberikan penyuluhan ke peternak lain, tentang bagaimana aplikasi EM4 serta kegunaannya. Dan Alhamdulillah, masyarakat menyambut baik usaha ini,”katanya bangga. (A)

Forum EM


EM Perikanan dan Tambak
Perbaiki Budidaya Tambak Udang


Budidaya tambak udang bukan sesuatu yang mudah. Salah urus, bisa-bisa udang yang dipelihara mati sebelum dipanen. Kini saatnya, petambak memperbaiki sistem budidaya udang dengan menggunakan teknologi EM Perikanan dan Tambak.

Dewasa ini semakin banyak ditemukan kegagalan-kegagalan panen dalam budidaya tambak udang akibat terganggunya ekosistem lingkungan air dan tanah dasar tambak akibat pembusukan sisa-sisa pakan, kotoran dan tubuh udang yang mati.
Pola aplikasi tambak dengan teknologi Effektif Microorganisme (EM4) pengolahan tambak, merupakan solusi memperbaiki sistem budidaya tambak, baik tambak dengan sistem tradisional, intensif maupun polikultur yang selama ini, tengah resah mencari jawaban problem yang dihadapinya. Persoalan yang dihadapi itu misalnya, pertumbuhan udang yang lambat, daya tahan yang lemah serta mudahnya terserang penyakit hingga mengalami kematian.
Teknologi EM pengolahan tambak adalah kultur campuran cair mikroorganisme terdiri dari lima kelompok mikroorganisme yaitu bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp), bakteri asam laktat (Lactobacillus Spp), Actinomycetes, Streptomyces sp, jamur fermentasi (Aspergillus, sp) dan ragi atau yeast (sacharomyces sp).
Mikroorganisme pada EM pengolahan tambak yang bisa diaplikasikan pada perikanan air tawar ini, berfungsi memfermentasi bahan organik menjadi senyawa – senyawa organik yang tidak beracun. Mengubah proses pembusukan bahan organik menjadi proses fermentasi.
H. Fathoni (65) asal Indramayu, adalah petambak yang tergabung dalam binaan PT. Pertamina Unit Pengolahan VI Balongan Indramayu ini, sangat welcome dalam penerapan teknologi EM4. Pasalnya, sudah berkali-kali budidaya tambaknya selalu gagal karena pertumbuhan udang sangat lambat, sering terserang penyakit dan sangat sulit meningkatkan produksi. Kondisi ini juga dialami oleh hampir seluruh petambak di kabupaten yang terkenal dengan buah mangga Indramayu tersebut.

Aplikasi EM Pengolahan Tambak
Untuk mengolah tambak dengan teknologi EM4, langkah pertama adalah pengeringan tambak agar tanah dasar tambak terjemur sinar matahari, pengeringan ini bertujuan agar hama seperti siput, tiram, srindit, dan bakteri penyebab penyakit mati, serta untuk memperbaiki reaksi bio-kimiawi tanah (Redoks) berlangsung dengan baik.
Kemudian, pengangkatan tanah dasar dan perbaikan bangunan tambak bertujuan agar tanah dasar yang penuh dengan sisa bahan organik diangkat dan ditaruh diatas pematang dan perbaikan bangunan tambak. Selanjutnya areal tambak dijemur 2 – 3 hari, kemudian di cek pH tanah dasar untuk menentukan dosis pengapuran. Selanjutnya dilakukan penyuburan lahan tambak, untuk meningkatkan jumlah pakan alami, pemupukan ini dilakukan dengan mempergunakan pupuk organik (bokashi).
Perlakukan saat pemeliharaan (pengolahan air), EM sangat diperlukan. Begitu juga saat pergantian air, perlakukan saat pemberian pakan (disemprotkan ke dalam pakan).


Dari hasil penelitian yang dilakukan tim Ahli PT. Songgolangit pada lahan tambak milik H. Fathoni, dapat diketahui EM4 dapat mengatasi pencemaran air akibat akumulasi limbah organik.
Dalam budidaya organik, pemberantasan hama dan penyakit dilakukan dengan pestisida alami, seperti saponin yang berasal dari bungkil teh. Umumnya kandungan saponin dalam bungkil teh di Indonesia berkisar antara 10 – 15%, saponin inilah yang digunakan sebagai racun dan dosis penggunaannya antara 150 - 200 kg per ha. Penggunaan saponin ini akan efektif pada siang hari sekitar pukul 12.00 – 14.00, daya racunnya akan meningkat dengan naiknya salinitas
Keuntungan lain menggunakan teknologi EM4, dapat meningkatkan daya tahan, memfermentasikan sisa pakan, kotoran dan cangkang yang terdapat di dasar tambak, juga mengurai gas amoniak, methan dan hidrogen sulfida yang dapat mengganggu kehidupan udang.
EM4 juga mampu meningkatkan oksigen terlarut (DO) sehingga air menjadi bersih dan tidak perlu penggantian air berulang-ulang karena kualitas air tetap terjaga serta aman bagi lingkungan.
Untuk mendongkrak hasil produksi, syaratnya air dalam tambak harus terhindar dari pencemaran bahan kimia. Sementara mengatasi pencemaran air sendiri kuncinya hanya dengan teknologi EM pengolahan tambak. Kenapa? Karena EM berperan sebagai stabilisator lingkungan tanah dasar tambak yang berlangsung secara alami akibat proses fermentasi. Untuk itu, teknologi EM sangat tepat diterapkan untuk menanggulangi masalah tersebut. (A)

Forum Utama




Biasakah Produksi Tambak Udang Meningkat?

Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat luar biasa dalam ekspor tambak udang ke Jepang, Eropa dan Amerika. Namun sayangnya, beberapa petambak merasa takut karena resiko kegagalan selalu membayangi. Di sisilain, sebagian petambak, mulai enjoy menikmati hasil tambak yang berlimpah.

Arief Haryono, salah satu petambak yang masih bertahan di Desa Tegal Cangkring, Jimbrana, Kabupaten Negara, Bali. Ia terkenal petambak yang ulet pantang menyerah. Bahkan ia rela harus tidur di areal tambaknya untuk memanen tambak udang. yang baru berumur 101 hari, rata-rata size 45 tiap kilogramnya.
Memang secara keseluruhan usaha budidaya tambak terutama di kawasan pulau dewata, boleh dibilang mulai bergairah setelah sekian lama mati suri akibat terserang penyakit akibat penggunaan anti biotik yang berlebihan. Tak hanya di Bali, kondisi ini juga terjadi di seluruh wilayah Indonesia terutama di pulau Jawa..
Padahal, produksi udang sempat menjadi primadona pada tahun 1980-an khususnya dari spesies udang windu (Penaeus monodon ) yang terus menurun hingga tahun 1990-an. Jenis udang windu mulai jarang dibudidaya oleh petambak sekarang ini. Mereka beranggapan sangat beresiko mengalami kematian pada usia yang masih muda, terserang penyakit white spot, bintik putih dan virus lainnya.
Kemudian petambak lebih suka membudidaya udang jenis vannamei (Penaeus vannamei) atau lebih dikenal dengan udang putih karena dianggap lebih tahan penyakit, sesuai program Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai bagian revitalisasi sektor perikanan. Namun kenyataannya di lapangan, vannamei pun tak luput dari masalah sama yakni mulai dihinggapi penyakit.
Penyakit yang selalu menghinggapi udang itu menurut Dr. Sukenda, ahli mikrobiologi dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FKIP IPB) disebabkan penurunan kualitas air dan kerusakan sedimen. Penurunan kualitas air dan kerusakan sedimen itu terjadi akibat tingginya kandungan bahan nitrogen anorganik, senyawa organik karbon, dan sulfida.
Pemakaian antibiotik yang berlebihan inilah, penyebab bakteri pathogen menjadi kebal. Bukannya memberantas patogen malah meningkatkan resistensi dari patogen hingga solusi pengobatan apapun menjadi tidak efektif.
Penumpukan senyawa kimia itu berasal dari sisa pakan, kotoran udang, serta pemupukan jangka panjang. Kondisi itu mempengaruhi kandungan senyawa amoniak, nitrit, nitrat, hidrogen sulfida, dan senyawa karbon yang bersifat toksik pada sistem tambak udang.
Petambak pun akhirnya perlahan mulai meninggalkan budidya udang ini, karena kurang menguntungkan. Bahkan tidak sedikit yang mengalami kebangkrutan. Ini akibat petani tambak yang terlalu mengejar hasil berlimpah tetapi malah sebaliknya.

Bioteknologi Diperlukan
Karena penumpukan bahan berbahaya, dibutuhkan bioteknologi untuk mengubah tumpukan bahan organik tersebut. ‘’Nah, di sinilah probiotik berperan.,” jelas praktisi pertambakan yang tergabung dalam Asosiali Produsen Organik Indonesia (APOI). Ir. Tri Haryadi.
Menurut Tri, penggunaan probiotik di tambak sangat bergantung pada tujuannya. Jika ingin memperbaiki dasar tambak, dipilih probiotik berisi bakteri yang mampu mereduksi H2S, amoniak, dan nitrifikasi bakteri, terkait dengan fungsinya sebagai pengurai. Sedangkan petambak yang ingin menekan pertumbuhan bakteri phatogen misalnya, menggunakan probiotik yang bersifat biokontrol.
Sekarang ini kata Tri, banyak petambak mulai mengembangkan sistem budidaya polikultur organik yakni suatu sistem budidaya yang mengandalkan bahan alami dalam siklus budidayanya. Jadi dalam satu lahan tambak ada tiga komoditi yakni rumput laut (gracilaria), udang dan bandeng.
Cara ini membina hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) sehingga tidak lagi diperlukan faktor luar seperti pemberian pakan pabrikan maupun pestisida yang dapat membahayakan lingkungan.
Rumput laut penyuplai oksigen untuk perairan sehingga jumlah oksigen terlarut dapat terjaga dan terjamin. Selain sebagai tempat sembunyi bagi udang dan bandeng serta tempat berkumpulnya plankton, rumput laut ini memainkan peran sebagai biofilter pada perairan tambak.
Di dalam budidaya perikanan organik, penambahan obat-obatan, pestisida kimia, pakan pabrikan harus diminimalkan, tujuannya tidak lain agar produk yang dihasilkan bebas dari residu bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Penggunaan teknik alami dan ramah lingkungan diprioritaskan, mulai dari pemberian pakan, penanganan dan pengamanan lokasi budidaya sampai dengan pencegahan dan pengendalian hama dan penyakit.’’Dan peran probiotik dapat mengurangi pemakaian bahan kimia dan antibiotik,’’katanya.
Budidaya perikanan organik sudah banyak dilakukan petambak di Indonesia. Di kawasan Sumatera tepatnya di Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, sudah menerapkan sistem budidaya ini dan hasilnya sangat menggembirakan.
Begitu juga di Desa Rengasdengklok Utara, Kec. Rengasdengklok, Kab. Karawang, Jabar, disponsori petambak H. Endi Muchtarudin, yang berhasil memanen udang windu sebanyak 22 ton dari 11 petak tambak miliknya. Keberhasilan lulusan Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta ini, tak lepas dari bioteknologi yang diterapkannya, yakni pengelolaan air sistem tertutup (closed system) dan penggunaan probiotik tambak dengan sistem polikultur organik.(A)

Minggu, 14 Desember 2008

Salam Redaksi


Bioteknologi Tambak Udang

Sebenarnya Indonesia bisa kembali bersaing dengan Negara Vietnam, Thailand dan Cina dalam pencapaian target ekspor udang ke Jepang, Uni Eropa, Amerika Serikat dan negara tujuan ekspor udang lainnya, asalkan industri perikanan nasional berkomitmen, menghasilkan produk perikanan yang bebas antibiotik seiring dikeluarkannya persyaratan atau standar mutu oleh badan dunia agar produk perudangan Indonesia tidak mengandung antibiotik lebih dari 1 part per billion (ppb) atau 1 miligram per ton antibiotik.
Di kalangan petambak udang, antibiotik digunakan untuk menyehatkan udang. Biasanya, jika udang sudah terlihat tidak sehat, benih langsung diberikan antibiotik dan udang pun menjadi sehat kembali.
Lalu kenapa antibiotik untuk udang dianggap sangat berbahaya bagi kesehatan manusia? Karena badan dunia menganggap, residu antibiotik pada udang bisa menimbulkan penyakit anemia. Dan jika berkadar tinggi bisa menyerang sel darah merah dan darah putih pada tubuh manusia.
Penggunaan antibiotik seperti nitrofurans juga mengakibatkan kanker dan cacat janin. Sedangkan chloramhenicol dapat menghambat sintesis protein pada bakteri. Bakteri relatif mudah menjadi resisten terhadap antibiotik, mencemari lingkungan, menekan daya tahan, dan pertumbuhan tambak udang. Selain itu, antibiotik juga mengandung residu dan tidak efektif untuk virus.
Karena itu, penggunaan antibiotik secara berlebihan dan serampangan pada budidaya udang harus dihentikan. Selain mengganggu kesehatan manusia, perudangan Indonesia terancam embargo dari negara-negara yang selama ini mengkonsumsi udang dari tanah air.
Jika tidak ingin kehilangan potensi pasar ekspor udang dunia, sudah seharusnya industri perikanan nasional berbenah diri untuk tidak mengecewakan negara importir yang sudah sekian lama mempercayai Indonesia sebagai produsen udang dunia.. Dan kini sudah saatnya, Indonesia mengembangkan bioteknologi untuk budidaya udang dan perikanan lainnya guna menekan pemanfaatan antibiotik untuk pemeliharaan kesehatan bagi satwa perairan tersebut.
Pengembangan teknologi tersebut antara lain dilakukan dengan menumbuh suburkan bakteri yang dapat memfermentasi atau mengurai aneka jenis kotoran yang menjadi sumber penyakit bagi tambak udang. Penghapusan penggunaan antibiotik tersebut selain dilakukan melalui penerapan bioteknologi, juga beberapa cara lain seperti peningkatan mutu air dan lingkungan tempat dilakukannya budidaya.
Tentunya, tak hanya menjadi tugas pemerintah atau Asosiasi Pembenihan Udang Indonesia (APUI), Asosiasi Perusahaan Pakan Udang Indonesia (APPUI), Shrimp Club Indonesia (SCI), Himpunan Penangkapan Udang Indonesia (HPPI), dan Asosiasi Pengusaha Cold Storage Indonesia (APCI), tetapi menjadi tugas bersama termasuk petambak di daerah masing-masing yang tersebar di seluruh Indonesia.
Perlu diketahui, udang merupakan salah satu komoditas ekspor cukup besar bagi Indonesia. Untuk itu, diperlukan penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan dalam pembudidayaan udang tersebut.

Salam
EM FORUM

Coloum pak oles


Komitmen Mengolah Limbah
Oleh : Pak Oles


Limbah adalah hasil buangan dari serangkaian proses industri. Dalam skala kecil, limbah mungkin belum dianggap bemasalah. Misalnya saja limbah dapur dari rumah tangga, limbah peternakan petani kecil, atau limbah industri kecil. Tapi dalam skala besar, jika penduduk kota lebih dari satu juta orang, yang setiap aktivitasnya pasti mengeluarkan limbah, dari dapur, toilet, pasar, rumah sakit, selokan, serta aktivitas sosial, budaya dan ekonominya, jika tidak dikelola dengan baik, maka Dinas Kebersihan dan Wali Kota bisa pusing tujuh keliling. Demikian juga limbah peternakan besar, perikanan, industri makanan, industri kosmetik, industri tekstil, dan industri lainnya yang yang dilakukan dalam skala besar, pengolahan limbahnya haruslah dipikirkan matang. Kalau tidak, maka masalah limbah akan terus bikin masalah, bahkan industri yang telah didirikan dengan susah payah bisa ditutup paksa oleh pemerintah dan masyarakat, karena mengganggu dan merusak.
Dari sisi negatif kita melihat limbah adalah masalah yang memeningkan, karena memakan biaya, menimbulkan polusi, dan memakan korban. Bagaimanapun juga limbah harus dikelola dengan baik, kalau ingin pembangunan berjalan lancar. Dari sisi positif, limbah adalah hasil dari proses kemajuan pembangunan. Artinya, kota, daerah atau negara yang telah menghasilkan limbah yang memusingkan itu telah mencapai suatu kemajuan pembangunan, dan jika mereka ingin mencapai kemajuan pembangunan yang lebih baik lagi, dia harus menyelesaikan permasalahan limbahnya terlebih dahulu. Sebaliknya, kota, daerah atau negara yang belum menghasilkan limbah, berarti pembangunannya belum maju. Yang membikin pusing adalah, kota, daerah atau negara yang pembangunannya belum maju justru kebingungan mengolah limbahnya, akibat keteledoran dan kepintarannya yang kurang. Bahkan, terus terang saya merasa malu sendiri, bahwa Bangsa Indonesia dari makan sampai mengolah limbahnya sendiri masih belum mampu. Buktinya, beras dan bahan pangan lainnya kita harus impor, dan mendirikan instalasi pengolahan limbah, termasuk penggunaan teknologi, pemakaian produk dan jasa konsultan masih dilakukan dari belas kasihan dana pinjaman luar negeri.
Kalau suatu daerah ingin maju pembangunannya, maka tetaplah berkomitmen menjaga lingkungannya. Komitmen menjaga lingkungan itu penting dipegang oleh masyarakat dan pemerintah. Komitmen berarti janji dan keharusan untuk dilakukan, karena tugas dan tanggung jawab untuk memajukan dan melanjutkan pembangunan. Bahwa kita sebagai generasi sekarang lebih dahulu meminjam bumi ini untuk hidup dari generasi yang akan datang, sehingga bumi yang kita pinjam ini haruslah dengan komitmen yang kuat bisa kita kembalikan kepada generasi yang akan datang dengan lebih baik lagi. Tapi kalau kita mengembalikan barang pinjaman dengan kondisi yang lebih buruk, maka janganlah disalahkan jika kita akan mendapatkan hukuman di alam sini dan di alam sana. Sebaliknya, jika bumi yang kita pinjam ini bisa kita kembalikan dengan lebih baik lagi, maka kehidupan kita tentu akan menjadi lebih baik, dan pada saat kita di alam baqa, anak-cucu kita akan selalu berdoa dan bersyukur atas kebaikan generasi sebelumnya dalam menjaga bumi.
Mengolah limbah ibarat memasak. Memasak makanan mewah dan langka tentu dilakukan dengan dengan biaya mahal. Memasak makanan sederhana dan praktis pasti biayanya murah. Kita tinggal memilih sesuai kebutuhan dan pendanaan. Hal yang menentukan kelezatan masakan bukan ditentukan oleh bahan masakan, tetapi jauh lebih penting adalah siapa kokinya. Demikian juga mengolah limbah, bisa dilakukan dengan biaya mahal atau murah, tergantung siapa konsultan dan teknologi apa yang dipakai. Pengolahan limbah organik seperti sampah kota, limbah dapur, limbah ternak, limbah industri makanan, secara sederhana bisa didaur ulang menjadi kompos, pupuk organik, atau pupuk bokashi. Cina telah berhasil mengembangkan teknologi lokalnya sendiri mengolah limbah tinja menjadi industri pupuk organik dalam skala kecil dan besar. Semuanya itu dilakukan dengan biaya sangat murah . Tentu saja kita bisa meniru itu semua, karena teknologinya sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan teknologi kompos dan cacing tanah. Tapi mengapa kita justru pusing sendiri dalam mengelola limbah organik? Apakah kita tidak tahu, tidak mau tahu, atau kita ingin teknologi modern dan mahal yang berenergi tinggi dan canggih, biar gampang atau terlihat hebat? Semuanya itu ada pada keseriusan kita mengelola limbah. Kita belum bisa bukan karena kita tidak punya uang dan teknologi. Tapi kita belum bisa karena belum berkomitmen, belum serius dan.....,belum mau belajar. Maka sebagai hukuman kepada kita yang belum mau belajar tentang mengolah limbah, yaitu kita harus berani membayarnya lebih mahal atau mungkin sangat mahal, sehingga kita harus meminjam uang untuk mengolah limbah.

Salak Slebor Antanan


Miliki Prospek Menguntungkan



Salak Slebor (Sleman Bogor) memang perlu diperhitungkan karena rasanya manis, lebih renyah dan daya tahan simpannya lebih lama. Karena itu, salak Sleman yang ditanam di Bogor Jawa Barat ini, banyak diminati konsumen.

Pada Pameran Agro & Food Expo 2008 di Balai Kartini Jakarta beberapa waktu lalu, salak slebor cukup mendapat perhatian pengunjung. Namanya yang ‘nyeleneh’ dan rasanya yang renyah dan manis membuat salak yang dibudidaya di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Antanan, berada di kampung Tarikolot Desa Cimande Kecamatan Caringin, Bogor Jawa Barat ini, cukup mendapat perhatian pengunjung. Bahkan laris manis terjual.
Kalau datang langsung ke tempat budidya salak yang ditanam 100% organik sejak 11 tahun silam ini, boleh gratis makan langsung di lokasi budidaya. Tatapi dibatasi bagi mereka yang ingin melakukan penelitian dan observasi. Kalau ingin dibawa pulang, baru bayar. Perkilonya hanya Rp. 6000. Kalau membeli di toko-toko buah dan supermarket di sekitar Bogor berkisar antar Rp.8000 hingga 10.000.
Menurut Pengelola P4S Antanan Nur Ichwan, salak slebor ini pertama kali ditaman di Bogor secara komersial pada 1997. Ketika itu alm H Hamid membawa bibit salak pondoh cangkok dari Sleman, Yogyakarta. Sebanyak 2.200 salak ditanam di kebun seluas 1 ha. Jarak tanam bervariasi, 2,25 m x 1,5 m, 2 m x 1,5 m, dan 1,75 m x 2,25 m. Di sekeliling kebun 700-800 biji salak ditanam sebagai pagar. 'Itulah cikal-bakal slebor di Bogor,' kata Ichwan anak sulung mendiang H. Hamid.
‘’Sebenarnya, Bogor ini terkenal sebagai kota salak. Buktinya nama-nama tempat di Kota Hujan itu menggunakan kata salak. Misal Gunung Salak dan Cisalak. Anehnya, tak ada salak yang manis di Bogor. Kebanyakan asam dan berair. Almarhum Abah saya (ayah-red), membudidayakan slebor secara organik menggunakan teknologi EM4,’’katanya.
Kenapa memakai teknologi EM4? Ichwan menjelaskan bahwa Alm H, Hamid merupakan petani yang aktif mendirikan paguyuban yang disebut dengan P4s Antanan. Karena cinta dengan pertanian, almarhum yang selalu haus informasi dan cepat mengadopsi teknologi baru menjadi kader penggerak pembangunan pertanian di desanya. Beberapa komoditi pertanian diintegrasikan menjadi usaha tani terpadu yang saling keterkaitan antara komoditas dalam meningkatkan pendapatan usaha taninya.
Nama Antanan sendiri, diambil dari rumput liar yang tumbuh di pematangan sawah atau ladang yang suka dimanfaatkan untuk lalab dan obat. Dari manfaat itulah oleh kelompok tani Antanan dijadikan sebagai filosofi bahwa antanan adalah tumbuhan liar di pematang sawah atau ladang yang suka diinjak-injak tapi tidak mati bahkan bisa dijadikan lalab atau obat bahkan sampai saat ini terbukti pada saat krisis yang berkepanjangan hanya sektor pertanian yang mampu bertahan.
Sebagai pecinta lingkungan, ia selalu bekerja dan mengajak kelompoknya untuk memanfaatkan limbah pertanian menjadi pupuk organik. Maka itu dari hasil kerja kerasnya, beliau mendapat kepercayaan dari pemerintah pada tahun 1994 untuk mempelajari pertanian organik akrab lingkungan ke Thailand melalui Depertemen Pertanaian di Bogor. Di negara itulah, H. Hamid mengenal teknologi EM4.
Lahan seluas 1 ha di ketinggian 600 m dpl itu bekas kebun pepaya yang dikelola organik selama 8 tahun. Mulai ditanami salak. Lantaran lahan telah dikelola secara organik selama 8 tahun, maka pondoh pun dibudidaya dengan sistem 100% organik. ‘’Ketersediaan hara tanah untuk tanaman sudah stabil. Makanya Abah saya yakin bakal berhasil dengan organik murni menggunakan teknologi EM4,’’ katanya.
Jadi, pupuk organik berupa kotoran kambing dan ternak lainnya difermentasi mikroba EM4. Disebut juga bokashi pupuk kandang. Dengan fermentasi mikroba, kematangan pupuk kandang hanya dalam 3-4 hari atau paling lama 1 minggu.
Setiap rumpun salak terdiri dari 2 tanaman, diberi 3-5 kg bokashi pupuk kandang. Perlakuan diulang 6 bulan sekali, tepatnya saat awal dan akhir musim penghujan. ‘’Cara pemberian langsung 6-12 kg karena diletakkan di tengah-tengah 2 rumpun tanaman,’’jelas Ichwan.
Di tepi bedengan berjarak 50 cm dari rumpun salak dibuat selokan sedalam dan selebar 50 cm. Panjang mengikuti bedengan. Di sanalah daun dan pelepah dibenamkan. Di atas residu tanaman itu ditabur bokashi secara tipis untuk mempercepat penguraian.’’ Ini membuktikan bahwa teknologi Em4 cukup menjadi andalan pertanian murni organik dan hasilnya tak kalah dengan yang anorganik bahkan lebih renyah, lebih manis dan lebih tahan lama,’’katanya.
Keyakinan pengurus P4s membuahkan hasil setelah ditunggu selama 2 tahun, karena tanaman salak yang diharapkan mulai belajar berbuah. ‘’Dari 1 ha dipanen 556 kg. Pada 2000 produksi melonjak hingga 6 ton/ha, Pada 2005 berlipat, 11,7 ton, 2006, 16,4 ton. Buah yang dipanen pun lebih renyah ketimbang pondoh asli. Lama simpan salak pipilan 8 hari sejak petik dan salak tandan 12 hari. Pondoh biasa hanya 6 dan 10 hari. Uniknya saat pondoh di Sleman tidak berbuah pada Mei-Agustus, salak slebor berbuah sebagai buah apitan,’’katanya.
Kini Salak Slebor kian populer di kalangan petani salak dan masyarakat yang mencintai pertanian organik. Dari sukses berorganik di lahan 1 ha, pengembangan meluas hingga 6 ha yang ditanam 20 pekebun. Tak kurang menteri pertanian Malaysia, pada tahun 2002, Datuk Mohd. Effendi Norwawi tertarik mencicipi langsung ke Cimande, Bogor.****

Salak Slebor Antanan


Miliki Prospek Menguntungkan


Salak Slebor (Sleman Bogor) memang perlu diperhitungkan karena rasanya manis, lebih renyah dan daya tahan simpannya lebih lama. Karena itu, salak Sleman yang ditanam di Bogor Jawa Barat ini, banyak diminati konsumen.

Pada Pameran Agro & Food Expo 2008 di Balai Kartini Jakarta beberapa waktu lalu, salak slebor cukup mendapat perhatian pengunjung. Namanya yang ‘nyeleneh’ dan rasanya yang renyah dan manis membuat salak yang dibudidaya di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Antanan, berada di kampung Tarikolot Desa Cimande Kecamatan Caringin, Bogor Jawa Barat ini, cukup mendapat perhatian pengunjung. Bahkan laris manis terjual.
Kalau datang langsung ke tempat budidya salak yang ditanam 100% organik sejak 11 tahun silam ini, boleh gratis makan langsung di lokasi budidaya. Tatapi dibatasi bagi mereka yang ingin melakukan penelitian dan observasi. Kalau ingin dibawa pulang, baru bayar. Perkilonya hanya Rp. 6000. Kalau membeli di toko-toko buah dan supermarket di sekitar Bogor berkisar antar Rp.8000 hingga 10.000.
Menurut Pengelola P4S Antanan Nur Ichwan, salak slebor ini pertama kali ditaman di Bogor secara komersial pada 1997. Ketika itu alm H Hamid membawa bibit salak pondoh cangkok dari Sleman, Yogyakarta. Sebanyak 2.200 salak ditanam di kebun seluas 1 ha. Jarak tanam bervariasi, 2,25 m x 1,5 m, 2 m x 1,5 m, dan 1,75 m x 2,25 m. Di sekeliling kebun 700-800 biji salak ditanam sebagai pagar. 'Itulah cikal-bakal slebor di Bogor,' kata Ichwan anak sulung mendiang H. Hamid.
‘’Sebenarnya, Bogor ini terkenal sebagai kota salak. Buktinya nama-nama tempat di Kota Hujan itu menggunakan kata salak. Misal Gunung Salak dan Cisalak. Anehnya, tak ada salak yang manis di Bogor. Kebanyakan asam dan berair. Almarhum Abah saya (ayah-red), membudidayakan slebor secara organik menggunakan teknologi EM4,’’katanya.
Kenapa memakai teknologi EM4? Ichwan menjelaskan bahwa Alm H, Hamid merupakan petani yang aktif mendirikan paguyuban yang disebut dengan P4s Antanan. Karena cinta dengan pertanian, almarhum yang selalu haus informasi dan cepat mengadopsi teknologi baru menjadi kader penggerak pembangunan pertanian di desanya. Beberapa komoditi pertanian diintegrasikan menjadi usaha tani terpadu yang saling keterkaitan antara komoditas dalam meningkatkan pendapatan usaha taninya.
Nama Antanan sendiri, diambil dari rumput liar yang tumbuh di pematangan sawah atau ladang yang suka dimanfaatkan untuk lalab dan obat. Dari manfaat itulah oleh kelompok tani Antanan dijadikan sebagai filosofi bahwa antanan adalah tumbuhan liar di pematang sawah atau ladang yang suka diinjak-injak tapi tidak mati bahkan bisa dijadikan lalab atau obat bahkan sampai saat ini terbukti pada saat krisis yang berkepanjangan hanya sektor pertanian yang mampu bertahan.
Sebagai pecinta lingkungan, ia selalu bekerja dan mengajak kelompoknya untuk memanfaatkan limbah pertanian menjadi pupuk organik. Maka itu dari hasil kerja kerasnya, beliau mendapat kepercayaan dari pemerintah pada tahun 1994 untuk mempelajari pertanian organik akrab lingkungan ke Thailand melalui Depertemen Pertanaian di Bogor. Di negara itulah, H. Hamid mengenal teknologi EM4.
Lahan seluas 1 ha di ketinggian 600 m dpl itu bekas kebun pepaya yang dikelola organik selama 8 tahun. Mulai ditanami salak. Lantaran lahan telah dikelola secara organik selama 8 tahun, maka pondoh pun dibudidaya dengan sistem 100% organik. ‘’Ketersediaan hara tanah untuk tanaman sudah stabil. Makanya Abah saya yakin bakal berhasil dengan organik murni menggunakan teknologi EM4,’’ katanya.
Jadi, pupuk organik berupa kotoran kambing dan ternak lainnya difermentasi mikroba EM4. Disebut juga bokashi pupuk kandang. Dengan fermentasi mikroba, kematangan pupuk kandang hanya dalam 3-4 hari atau paling lama 1 minggu.
Setiap rumpun salak terdiri dari 2 tanaman, diberi 3-5 kg bokashi pupuk kandang. Perlakuan diulang 6 bulan sekali, tepatnya saat awal dan akhir musim penghujan. ‘’Cara pemberian langsung 6-12 kg karena diletakkan di tengah-tengah 2 rumpun tanaman,’’jelas Ichwan.
Di tepi bedengan berjarak 50 cm dari rumpun salak dibuat selokan sedalam dan selebar 50 cm. Panjang mengikuti bedengan. Di sanalah daun dan pelepah dibenamkan. Di atas residu tanaman itu ditabur bokashi secara tipis untuk mempercepat penguraian.’’ Ini membuktikan bahwa teknologi Em4 cukup menjadi andalan pertanian murni organik dan hasilnya tak kalah dengan yang anorganik bahkan lebih renyah, lebih manis dan lebih tahan lama,’’katanya.
Keyakinan pengurus P4s membuahkan hasil setelah ditunggu selama 2 tahun, karena tanaman salak yang diharapkan mulai belajar berbuah. ‘’Dari 1 ha dipanen 556 kg. Pada 2000 produksi melonjak hingga 6 ton/ha, Pada 2005 berlipat, 11,7 ton, 2006, 16,4 ton. Buah yang dipanen pun lebih renyah ketimbang pondoh asli. Lama simpan salak pipilan 8 hari sejak petik dan salak tandan 12 hari. Pondoh biasa hanya 6 dan 10 hari. Uniknya saat pondoh di Sleman tidak berbuah pada Mei-Agustus, salak slebor berbuah sebagai buah apitan,’’katanya.
Kini Salak Slebor kian populer di kalangan petani salak dan masyarakat yang mencintai pertanian organik. Dari sukses berorganik di lahan 1 ha, pengembangan meluas hingga 6 ha yang ditanam 20 pekebun. Tak kurang menteri pertanian Malaysia, pada tahun 2002, Datuk Mohd. Effendi Norwawi tertarik mencicipi langsung ke Cimande, Bogor.****

Hidup Harmoni Dengan Alam


H. Rano Karno


Hidup terasa indah jika menyatu dengan alam. Harmoni yang selaras dengan alam merupakan keyakinan tentang kebahagiaan. Apalagi menjaga alam merupakan kewajiban manusia yang diciptakan Sang Pencipta sebagai khalifah diatas muka bumi ini.

Jika ada orang bisa bicara dengan tumbuh-tumbuhan salah satunya adalah aktor terkenal yang saat ini menjabat sebagai Wakil Bupati Tangerang (priode 2008 – 2013) H. Rano Karno. Apa iya? Tentu saja dalam perspektif mencintai alam. Bagi Rano, ini bentuk dari perhatiannya kepada tumbuh-tumbuhan dan alam sekitar, karena makhluk Tuhan itu membantu manusia, memproses dan menyalurkan oksigen yang dibutuhkan makhluk hidup lainnya.
Sebelum menjadi birokrat, Rano merupakan duta lingkungan hidup di Indonesia yang ditetapkan UNICEF, setelah direkomendasi Prof Dr Emil Salim, Mantan Menteri Kesehatan (alm) Prof. Dr. Adhyatma, Ibu Prof. Singgih, Ibu Prof Murprawoto.
Memang, kepedulian pria yang akrab di panggil ‘Bang Doel’ ini, tak perlu diragukan lagi. Komitmennya dalam soal lingkungan, diaktualisasikan dengan mencanangkan setiap minggu sebagai hari lingkungan di Tangerang. Tak hanya sekedar mengundang LSM dan para pakar untuk berdiskusi soal lingkungan, tetapi aktor film ini, juga melakukan sosialisasi tentang bagaimana menjaga lingkungan agar tercipta harmoni dengan alam. ’’Sudah saatnya kita ubah mindset masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan terutama soal mengolah sampah ,’’katanya.
Begitu juga terhadap pengelola industri yang menjamur di Kota Tangerang. Tampaknya, Rano mampu mewujudkan perubahan kondisi lingkungan. Hasilnya sekarang di kalangan industri mulai timbul kesadaran untuk memperhatikan lingkungan kota yang terkenal sebagai daerah sejuta industri ini.
Rano memang mengidamkan Kali Cisadane terhindar dari limbah pabrik yang berada di sekitarnya karena rencananya akan menjadikan sungai terpanjang di wilayah itu sebagai salah satu obyek wisata andalan. ‘’Jika Kali Cisadane bersih tanpa mengandung limbah pabrik tentu mustahil, tapi bila dikurangi hingga tampak jernih maka dapat menjadi obyek wisata bahari yang dapat dibanggakan,’’ tuturnya.
Soal pencemaran polusi, Rano akan berusaha untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan yang telah melebihi kapasitas yang ada di wilayah tersebut agar udara bersih dan nyaman serta layak dihirup penduduk.
Suami dari Hj. Dewi Indriati sekarang ini sebagai pejabat negara, memang bertugas di bidang-bidang seperti pemuda olahraga, pemberdayaan wanita dan urusan lingkungan. Membangun Tangerang juga menjadi tantangan tersendiri, karena Rano mengakui, masih ada ¾ wilayah kabupaten Tangerang yang belum dibangun secara maksimal, padahal potensinya cukup besar.
Karena komitmennya yang tinggi terhadap lingkungan, putra dari bintang film Sukarno M Noer ini, dinilai banyak pihak mampu mewujudkan perubahan kondisi lingkungan masyarakat terutama Kabupaten Tangerang. Pasalnya, iklan layanan masyarakat yang tergambar sangat membumi itu, dinilai UNICEF sangat sukses. Di mata Kepala Perwakilan UNICEF untuk Indonesia - Malaysia Stephen J Woodhouse, pria kelahiran Jakarta, 8 Oktober 1960 ini, sangat berhasil menjalankan tugasnya sebagai duta UNICEF.
Selain itu, masalah kebersihan menyangkut sampah juga mendapatkan perhatian serius akibat adanya sampah pabrik dan rumah tangga yang mencemari lingkungan. Dan Rano ingin menjadikan kompos. Tak tanggung-tanggung, kunjungan pertama ke masyarakat sejak ia dilantik menjadi Wakil Bupati Tangerang, memberi penyuluhan kepada warga perumahan Vila Bintaro Indah mengenai cara membuat pupuk tanaman atau kompos.
‘’Saya ubah persepsi masyarakat tentang sampah. Bahwa sampah adalah uang jika mampu mengelolanya dengan tepat, dengan menjadikannya sebagai kompos,” kata Rano yang memberi penyuluhan selama 1,5 jam kepada sekitar 1.000 keluarga, lengkap dengan mesin penghancur sampah organik waktu itu.
Rano juga meminta ibu-ibu rumah tangga yang disebutnya sebagai ‘manajer’ dalam urusan sampah, memilah-milah sampah terlebih dahulu sebelum dibuang, yakni sampah organik berupa limbah makanan dan tanaman serta limbah anorganik berupa plastik. Limbah organik diolah sendiri menjadi kompos, sedangkan yang anorganik dikumpulkan untuk dijual kepada pengepul.
‘’Beberapa tahun sebelum saya jadi wakil bupati, saya sudah menjadi praktisi penghijauan dengan membuat kompos sendiri dan memelihara tanaman sendiri,” kata Rano yang diundang pada Konferensi Pemanasan Global di Bali beberapa waktu lalu karena kiprahnya di bidang pemeliharaan lingkungan.
‘’Sekarang ini bersama seluruh birokrasi dan warga Tangerang, saya ingin mengembangkan pluralisme yang sehat bagi kabupaten Tangerang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan eko sistem lingkungan yang seimbang. Dengan demikian, situasi sosial, ekonomi dan politik di Tangerang sebagai salah satu kawasan penyanggah Jakarta, bisa bersinergi dengan ibu kota Jakarta. Bukan sebaliknya, menjadi ancaman bagi Jakarta karena silang sengketa, kerusakan lingkungan dan kemiskinan yang mengalir dari Tangerang ke Jakarta.
‘’Cita-cita saya menjadi wakil bupati ini, memang ingin memberi perhatian pada lingkungan, hutan dan taman kota, pengembangan komunitas yang memiliki tradisi pluralisme dan kemampuan produktif yang tinggi, pendidikan dasar, serta memelihara eko sistem daerah yang seimbang. Seimbang antara pertumbuhan ekonomi dengan kelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat***

EM Limbah

Solusi Atasi Limbah Industri

Pengendalian pencemaran lingkungan merupakan bagian penting sebagai konsekwensi dari kegiatan industrialisasi. Sebab, jika limbah tidak di treatment dengan baik akan mengganggu keseimbangan ekosistem. Dan EM Limbah merupakan solusi untuk atasi pengolahan limbah tersebut.
Limbah merupakan permasalahan yang sering dihadapi akibat proses industrialisasi. Limbah cair misalnya, banyak mengandung campuran bahan organik terdiri atas nitrogen, karbohidrat, lemak dan protein yang bersifat tidak tetap dan menjadi busuk. Selain itu, limbah juga mengandung bakteri pathogen sehingga membahayakan kesehatan manusia dan mencemari lingkungan.
Karena itulah, perlu adanya penanganan limbah tersebut agar tidak mengganggu kenyamanan dan keseimbangan ekosistem. Teknologi EM Limbah telah menjawab problematika ini karena mampu mengurai lemak yang terkumpul di ‘Grease trap’ sehingga larut bersama air limbah. Tak hanya itu EM Limbah juga mampu menurunkan kadar Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) sehingga air limbah yang telah diolah dapat dimanfaatkan kembali dan tidak berbahaya bagi kesehatan manusia.
Produk EM Pengolahan limbah merupakan kultur EM dengan konsep mutakhir dalam bidang mikrobiologi daur ulang limbah untuk memfermentasi limbah organik cair dan padat secara efektif.
PT. Unitex yang berada di jalan Tajur, Bogor Jawa Barat merupakan contoh pengolahan limbah yang mampu menurunkan kadar BOD dan COD sehingga pernah mendapatkan penghargaan ‘Sahwali Award’ untuk tingkat Asia Pasifik sebagai penghargaan terhadap pengusaha yang berwawasan lingkungan. Pada saat ini PT Unitex telah mendapatkan peringkat hijau pada penilaian Program Kali Bersih (Prokasih) yang dilakukan oleh Bapedal.
Bagi perusahaan tekstil yang saat ini mampu mengelola limbah Bisa dilihat dari pembangun instalasi air limbah (IPAL) di atas tanah seluas 4000 m2. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan IPAL serta penyempurnaannya hingga tahun 1995 adalah sebesar 4 miliar. Dalam perkembangan selanjutnya IPAL terus mengalami perbaikan dan penambahan instalasi sejalan dengan peningkatan produksi.
Kapasitas IPAL PT Unitex saat ini mampu mengelola limbah cair sebesar 5000 m3 per hari (maksimum). IPAL PT Unitex telah memberikan hasil yang memuaskan dalam mengelola limbah cair dari hasil produksinya. Hal ini ditunjukan dengan berhasilnya PT Unitex mendapat penghargaan Prokasih No. 1 di Indonesia pada tahun 1991 dan pialanya diserahkan langsung oleh Presiden Soeharto di istana negara.
Kepala Bagian Utility PT. Unitex, Maman Suherman menyatakan pengolahan limbah pabrik tekstil ini menggunakan methode fisika, kimia dan biologi yaitu menggunakan sistem koagulasi dan sedimentasi serta sistem lumpur aktif dan penambahan mikroba aktif (EM limbah) untuk penanganan proses pengolahan air limbahnya.
‘’Hasil proses limbah ini cukup baik, sebelum kita buang kesungai Cibalok terlebih dulu diujikan pada ikan dan ternyata ikannya sehat dan dapat dikonsumsi dengan aman,’’kata Maman.
Maman juga menjelaskan, penggunaan EM4 dilakukan sebanyak 2000 liter perbulan. Dilakukan fermentasi sebanyak dua kali dalam seminggu.’’Dengan banyaknya ragam dan jenis mikroba aktif proses penjernihan lebih cepat,’’katanya.
Sementara itu, Kacab PT. Songgolangit Persada, Ir. Agoes Wibisana mengamini akan keefektifan EM Limbah dalam pengelolaan limbah secara biologi. Sebab, EM4 mengandung miroorganisme aktif yang mampu menurunkan kadar BOD dan COD, mengurangi bau tidak sedap yang disebabkan H2S, NHX, Methylmercaptan, Amoniak dan lainnya. ‘’Semua data penurunan kadar BOD dan COD dapat dilihat dari hasil Laboratorium Lingkungan Keairan yang secara berkala terus dipantau,’’katanya.
Hari hasil laboratorium dapat diketahui kadar BOD-5 hanya 128 mg/l (inlet), 40 mg/l (outlet) sedang kadar maksimum yang ditetapkan pemerintah 60 mg/l. Begitu juga dengan COD, sekitar 106 mg/l outlet, ambang batas dari pemerintah 150 mg/l. Begitu juga dengan amoniak (NH3-N) 3,04 mg/l (inlet) dan 2,16 mg/l (outlet) sedang baku mutu limbah cair maksimum yang ditetapkan pemerintah 8.0 mg/l.
Sebagaimana diketahui limbah yang dihasilkan itu mulai dari pemintalan (Spinning), pertenunan (Weaving), pencelupan (Dyeing Finishing). Bagian pemintalan adalah bagian dari produksi yang melakukan proses pembuatan benang dari bahan baku kapas dan polyester. Bagian pertenunan adalah bagian produksi yang melakukan proses pertenunan benang hingga menjadi kain. Akan tetapi kain yang dihasilkan oleh bagian pertenunan ini masih berupa kain mentah (Grey Cloth). Sedangkan bagian pencelupan adalah bagian yang melakukan proses pencelupan dan penyempurnaan dari kain mentah menjadi kain jadi (Finish Goods). ***

Jumat, 12 Desember 2008

Menilik Kesadaran

Pengusaha Menjaga Lingkungan

Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada tanggal 5 Juni, merupakan moment yang tepat untuk menarik kepedulian masyarakat dunia terhadap persoalan lingkungan hidup, termasuk pelaku industri.

Dari beberapa kasus dikota besar seperti Jakarta, data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menyebutkan, hanya 10 persen dari 200 perusahaan industri di Jakarta yang memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) sesuai dengan kelayakan. Data lain menyebutkan, sedikitnya 54 pabrik tak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Celakanya, pabrik-pabrik itu termasuk penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Melalui sungai, perusahaan yang menyisakan zat kimia itu telah mengalirkan limbah ke laut.

Diperkuat juga data Kepala Biro Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, bahwa kadar COD dan BOD yang mencemari Teluk Jakarta masih tinggi. Ini membuktikan bahwa masih ada pabrik atau industri yang menggelontorkan limbah sampah maupun limbah cair ke sungai yang mengalir dari hulu hingga ke hilir laut.

Peduli lingkungan seringkali menjadi diskusi yang menarik dikalangan masyarakat sekarang ini. Persoalan pencemaran lingkungan, seakan sudah cukup mendapat tempat di masyarakat, seiring merebaknya berbagai isu global warning akibat pengolahan alam yang kurang bijaksana akibat kentalnya berbagai kepentingan banyak pihak, khususnya negara-negara maju yang kian menuntut bagi survivalitas kepentingan industri strategis mereka, yang berdampak kepada masalah lingkungan hidup.

Namun sayangnya, kepedulian itu masih merupakan paradigma dengan pandangan-pandangan yang berbeda. Penyebabnya jelas, belum adanya kesamaan pandang pihak-pihak yang berkepentingan terhadap esensi program penanganan masalah dampak lingkungan hidup itu sendiri.

Misalnya saja, program pengendalian limbah industri, ada kepentingan yang berbeda. Baik dari sudut pandang pengusaha, penguasa dan masyarakat awam, bahkan di kalangan internal perusahaan industri sendiri, perhedaan persepsi dan interpretasi bisa terjadi.

Pengusaha akan lebih banyak melihat, penanganan masalah pencemaran lingkungan tersebut, tidak lebih dari sebuah keterpaksaan dalam rangka membantu mencari dan mempermudah akses pengusaha industri yang bersangkutan untuk masuk ke pasar global yang memang semakin hari mematok persyaratan yang semakin ketat, terutama dalam masalah lingkungan hidup.

Persoalan lainnya adalah kendati kemajuan sains dan industri modern berupaya untuk mewujudkan lingkungan hidup yang lebih baik. Namun nyatanya, kemajuan itu justru memunculkan beragam polusi, kerusakan lingkungan hidup, dan terganggunya keseimbangan ekosistem alam.

Padahal seperti dikatakan pengamat lingkungan hidup, Dr. Nadjamuddin Ramly, M.Si, paradigma memahami lingkungan adalah bagaimana memperlakukan lingkungan sebagai teman hidup yang harus dirawat sesuai dengan norma agama, hukum negara dan etika masyarakat, bukan sebaliknya malah merusak. Pemanfaatan untuk keuntungan materi memang sah-sah saja, namun semua itu harus didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang berlaku. Sebab, lingkungan hidup merupakan bagian tak terpisahkan dari jagat raya dan keberlangsungan kehidupan alam semesta dan pantas diperlakukan secara manusiawi.

Kearifan Lingkungan

Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Wirular dalam seminar pada Pekan Lingkungan Hidup Di Jakarta mengatakan, bangsa Indonesia mempunyai kemajemukan akar budaya, agama, adat istiadat, yang kaya kearifan lingkungan hidup. Dan dapat menjadi modal dalam menjalankan pembangunan di Indonesia. Kearifan lingkungan telah dimiliki oleh nenek moyang telah menyatu dalam etika dan norma berkehidupan pada masyarakat Indonesia dalam berinteraksi dengan alam. kekayaan bangsa akan kearifan lingkungan ini, seyogyanya tidak hanya dipandang sebagai mozaik yang indah tetapi dapat dimanfaatkan sebagai kekuatan untuk menyelenggarakan pembangunan yang selaras dan harmoni dengan alam.

Kearifan lingkungan yang memuat nilai sangat mendasar juga terdapat di dalam ajaran semua agama di negeri ini. Mulai dari Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghuchu merupakan sumber etika dan norma dalam berinteraksi dengan alam.

‘’Namun sayangnya, kearifan lingkungan hidup kini sedang mengalami proses eliminasi yang ditandai dengan perubahan tatanan sosial, berkurangnya nilai kemanusiaan, berkurangnya kemandirian masyarakat, kemiskinan etika lingkungan sehingga menyebabkan terdegradasikannya sumberdaya alam dan lingkungan pendukung kehidupan manuisia,’’katanya.

Pandangan rasional Antroposentris, hanya mengandalkan sains dan teknologi secara sepihak dalam memperlakukan alam untuk kepentingan hidup manusia, disisi lain telah terbukti membawa bencana lingkungan yang menyengsarakan manusia. ‘’Bencana-bencana lingkungan yang melanda Indonesia seperti banjir, longsor, kebakaran hutan, peluapnya lumpur panas dan sebagainya dapat menjadi pelajaran dan sekaligus peringatan kepada kita semua untuk berprilaku lebih arif terhadap alam sekitar,’’katanya.+++

Salam Redaksi


Mengorek Limbah
Persoalan limbah, memang cukup kompleks. Pencemaran lingkungan acapkali menjadi isu menarik seiring berkembangnya industri nasional yang berimbas pada terciptanya limbah sebagai proses industri. Limbah industri yang tidak di treatment dengan baik, seringkali menuai protes masyarakat karena mencemari lingkungan sekitar dan mengancam kesehatan manusia.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Yang pasti, limbah harus mendapat penanganan dan perhatian khusus. Dan jangan sekali-kali disepelehkan.
Kita tahu, Indonesia dengan penduduk 220 juta jiwa memerlukan sumber air bersih. Menurut data PDAM, di kota-kota besar, hanya 50 persen yang menikmati air bersih. Di pedesaan diperkirakan baru 30 persen memperoleh air bersih.
Begitu juga dengan kualitas udara yang semakin mengkhawatirkan terutama di kota-kota besar. Tak hanya air dan udara yang tercemar, pencemaran tanah juga berpengaruh langsung terhadap ekosistem yang ada di dalam tanah. Walhasil, berdampak pada penurunan produktifitas pertanian.
Dengan kondisi seperti ini, mencegah lebih baik dari pada mengobati, mencegah kerusakan lingkungan adalah tindakan mulia dari pada membiarkan keadaan. Bukankah manusia di ciptakan untuk menjadi Khalifah (pemimpin) di atas muka bumi ini yang salah satu tugasnya adalah menjaga alam?
Kehadiran teknologi pengolahan limbah, menjadi sangat penting. Majalah EM FORUM Indonesia, hadir membawa informasi serta solusi teknologi pengolahan limbah tepat guna. Di samping perlunya konsep-konsep menjaga lingkungan.
Betapa indahnya harmoni alam dengan manusia saat beraktifitas. Karena itu, lingkungan yang bersih menjadi dambaan. Tak hanya umat manusia, tapi juga mahluk tuhan lainnya seperi hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam raya.***

Redaksi
EM FORUM